PELATIHAN PERSIAPAN PENSIUN (PRE-RETIREMENT TRAINING)

PELATIHAN PERSIAPAN PENSIUN (PRE-RETIREMENT TRAINING)

Yogyakarta | 11 – 14 Februari 2019 | Rp 8.500.000/ peserta 
Yogyakarta | 04 – 07 Maret 2019 | Rp 8.500.000/ peserta
Yogyakarta | 22 – 25 April 2019 | Rp 8.500.000/ peserta
Yogyakarta | 20 – 23 Mei 2019 | Rp 8.500.000/ peserta

Jadwal Training 2019 Selanjutnya …

 

 

INTRODUCTION PELATIHAN PERSIAPAN PENSIUN

Manusia tidak terlepas dari aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja untuk mencari uang, ada yang bekerja untuk mengisi waktu luang, ada pula yang bekerja untuk mencari identitas, dsb. Apapun alasan manusia bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Maslow kebutuhan manusia secara garis besar dapat dibagi atas : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dimiliki, kebutuhan harga diri, dan aktualisasi diri. Alasan seseorang bekerja bisa memenuhi salah satu kebutuhan yang diutarakan oleh Abraham Maslow. Bila ditelusuri lebih jauh, suatu pekerjaan lebih berkaitan dengan kebutuhan psikologis seseorang dan bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan materi semata. Secara materi, orang bisa memenuhi kebutuhan sandang pangan melalui bekerja. Namun secara psikologis arti bekerja adalah menimbulkan rasa identitas, status, ataupun fungsi sosial (Steers and Porter, 1975). Dengan perkataan lain, orang merasa berharga jika ia bisa mengatakan posisi dan pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja, tentunya identitas itu akan semakin melekat pula.

Kondisi fisik manusia untuk bekerja ada batasannya, semakin tua seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu produktivitas kerja pun akan menurun. Pada waktunya seseorang akan diminta untuk berhenti bekerja, yang awamnya dikenal dengan istilah pensiun. Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai social yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangkan identitas seseorang yang sudah melekat begitu lama (Warr dalam Offord, 1992). Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini.

Ketidak–siapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri. Atchley (1977) mengatakan bahwa proses penyesuaian diri yang paling sulit adalah pada masa pensiun. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe (1967), mengungkapkan bahwa pensiun menempati rangking 10 besar untuk posisi stress.

Dengan memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, prestise, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri akan berubah juga karena kehilangan peran (Eyde, 1983). Bahkan akibat yang paling buruk pada pensiunan adalah bisa mengakibatkan depresi dan bunuh diri (Zimbardo, 1979). Sedangkan akibat pensiun secara fisiologis oleh Liem & Liem (1978) dikatakan bisa menyebabkan masalah penyakit terutama gastrointestinal, gangguan saraf, berkurangnya kepekaan. Ia menyebut penyakit di atas, dengan istilah retirement syndrome.

Dampak pensiun bukan hanya bersifat negatif saja, namun juga terdapat dampak positifnya, yakni seseorang bisa terbebas dari rutinitas kerja. Ada perasaan puas karena sudah berhasil menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Bahkan Perlmutter (1981) mengatakan bahwa sebagian besar kaum pension menunjukkan perasa puas, tetap merasa dirinya berguna dan dapat mempertahankan rasa identitasnya. Rasa depresi dan kecemasan yang timbul biasanya berada pada tingkat ringan dan sifatnya hanya sementara. Kalaupun depresi bertambah hal itu disebabkan oleh gangguan fisik dan bukan karena masa pensiun itu sendiri.

Walaupun reaksi seseorang terhadap masa pensiun bisa berbeda-beda, tetapi dampak yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah berkurangnya jumlah pendapatan keluarga. Di Indonesia, khususnya pensiunan Pegawai Negeri Sipil kondisi keuangan lebih menyedihkan. Data yang diperoleh dari Kompas, 2001 bahkan ada pensiunan golongan I yang menerima rapel kenaikan pensiunan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2001 hanya sebesar Rp. 700,00 ( tujuh ratus rupiah saja). Artinya kenaikan yang diterimanya hanya sebesar Rp.100,00 ( seratus rupiah) per bulannya. Sebagai seorang kepala keluarga tentunya hal ini bisa menimbulkan stress kepada seluruh keluarga, dalam hal ini istri dan anak. Terlebih jika anak belum bekerja bahkan masih kuliah, sementara istripun tidak bekerja. Selama ini yang menjadi patokan untuk memasuki masa pensiun adalah faktor usia dimana pekerja dianggap mulai kurang produktif. Di negara barat, seseorang baru memasuki masa pensiun jika ia berusia 65 tahun. Ketika seseorang memasuki masa tersebut secara psikologis ia sudah masuk pada kategori dewasa akhir atau yang lebih dikenal dengan istilah manula. Artinya dari segi produktivitas kerja sudah menurun, dan dari tugas perkembangan pun mereka telah dipersiapkan untuk menikmati kehidupan mereka.

Sementara di Indonesia situasinya berlainan, seseorang memasuki masa pensiun ketika ia berusia 55 tahun. Meskipun bagi golongan Pegawai Negeri Sipil tertentu batas usia tesebut di tambahkan, karena keahliannya. Usia 55 tahun secara psikologis masuk dalam kategori dewasa menengah, mereka masih cukup produktif dan belum dapat digolongkan orang manula. Pada masa ini seseorang masuk pada tahap reevaluasi diri. Pertanyaan seperti “Apakah saya sudah berhasil dalam hidup?”, “Apa yang akan saya lakukan dalam sisa hidup saya?”, akan muncul dalam pikiran orang dewasa menengah. Biasanya, seseorang pada masa ini akan berada pada puncak karir. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama khususnya untuk orang di Indonesia karena sudah harus pensiun. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan fisik mereka mulai menurun, tapi mereka masih cukup produktif. Tidak heran jika hal ini bisa menimbulkan konsekuensi psikologis tertentu; disatu pihak mereka masih mampu bekerja tapi dipihak lain harus berhenti bekerja karena peraturan perusahaan.

Ditinjau dari sudut pandang psikologis, pensiun menyebabkan seseorang akan mempertanyakan kembali “Siapa diriku?”. Hal ini dikenal dengan istilah konsep diri, atau self concept. Menurut Sullivan dalam Wrightsman ( 1993) konsep diri adalah bagaimana kita melihat diri kita sebagaimana orang lain melihat kita. Prinsipnya adalah penilaian yang direfleksikan kembali atau reflected appraisal. Konsep diri merupakan hal yang penting artinya dalam kehidupan seseoarng, karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai situasi. Jika kita memahami konsep diri seseorang kita akan mampu memahami tindakan dan juga dapat meramalkan tingkah lakunya dikemudian hari. Konsep diri berkatian dengan dengan kesehatan mental seseorang (Biren, 1980). Dengan kata lain jika konsep diri seseorang positif maka hal ini akan mempengaruhi kesehatan mentalnya juga.

Hurlock (1978) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif adalah jika ia berhasil mengembangkan sifat-sifat percaya diri, harga diri dan mampu melihat dirinya secara realistik. Dengan adanya sifat–sifat seperti ini orang tersebut akan mampu berhubungan dengan orang lain secara akurat dan hal ini akan mengarah pada penyesuaian diri yang baik di lingkungan sosial. Orang yang mempunyai konsep diri negatif sebaliknya akan merasa rendah diri, dampak dari proses pensiun ini bisa menimbulkan efek psikologis yang lebih berat. inadekuat, kurang percaya diri. Diprediksi bahwa orang yang mempunyai konsep diri negatif akan mengalami hambatan dalam proses penyesuaian dirinya di lingkungan baru. Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pension menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi harga diri mereka (Turner, 1961). Pensiun akan menyebabkan seseorang kehilangan perannya dalam masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi statusnya dan pada akhirnya bisa mempengaruhi konsep diri menjadi negatif. Akibat psikologis dari hal ini adalah nantinya akan mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan juga proses penyesuaia dirinya. Intervensi dalam menghadapi masa pensiun penting dilakukan oleh perusahaan. Sebagian besar perusahaan memang sudah membuat program pensiun untuk menghadapi masalah keuangan, tapi belum banyak yang tertarik untuk melakukan intervensi untuk menghadapi konflik psikologis yang dihadapi para pensiunan.

Intervensi dalam menghadapi masa pensiun penting dilakukan oleh perusahaan. Sebagian besar perusahaan memang sudah membuat program pensiun untuk menghadapi masalah keuangan, tapi belum banyak yang tertarik untuk melakukan intervensi untuk menghadapi konflik psikologis yang dihadapi para pensiunan.

PERUBAHAN-PERUBAHAN AKIBAT PENSIUN

Menurut Turner dan Helms (1982) ada beberapa hal yang mengalami perubahan dan menuntut penyesuaian diri yang baik ketika menghadapi masa pensiun:

  1. Masalah Keuangan. Pendapat keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus dibiayai. Hal ini menimbulkan stress tersendiri bagi seorang suami karena merasa bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang.
  2. Berkurangnya harga diri (Self Esteem). Bengston (1980) mengemukakan bahwa harga diri seorang pria biasanya dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan  harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of competence (perasaan mampu), dan feelling of worthwhile (perasaan  berharga). Ketiga hal yang disebutkan di atas sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam lingkungan pekerjaan.
  3. Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan.

Oleh karena itu intervensi perusahaan dalam rangka mempersiapkan pension untuk karyawan, hendaknya memperhatikan kondisi-kondisi tersebut diatas. Atas alasan tersebut diatas training merancang sedemikian rupa baik materi maupun factor-faktor pendukung pelatihan persiapan masa pension sesuai dengan kebutuhan dan kondisi para peserta pension bahwa, Masa Persiapan Pensiun (MPP) adalah:

  1. Masa belajar untuk tidak bekerja
  2. Merenungkan untuk memasuki alam baru
  3. Mengenali diri : Hobby, kecenderungan diri
  4. Peluang menemukan kegiatan baru.

 

MENCIPTAKAN AKTIFITAS?

Ada berbagai macam pilihan aktivitas antara lain:

  1. Bisnis Dengan Orientasi Profit? Sukses bisnis di masa pension tentu memerlukan definisi baru, dan tentu tidak bisa seragam dengan definisi sukses bisnis untuk usia-usia produksti. Sehingga diperlukan pemahaman atau tafsir baru yang sesuai dengan kondisi usia masa persiapan pension.
  2. Pilihan yang lain adalah Bisnis Untuk “Enjoying Life”? seperti mengembangkan hobi , membuat yayasan, dan pelayanan kepada masyarakat.

 

TRAINING OBJECTIVE:

  1. Melakukan penyadaran tentang makna purna tugas
  2. Mempersiapkan dunia baru, setelah memasuki purna tugas.
  3. Memberikan bekal psikologis dalam menghadapi purna tugas
  4. Memberikan wawasan, ide-ide sebagai pilihan untuk beraktifitas setelah purna tugas.
  5. Memberikan tips-tips dalam mengarungi masa purnabakti, baik secara sosial, ekonomi dan kesehatan.

 

PELATIHAN PERSIAPAN PENSIUN TRAINING OUTLINE 

  1. Purna bakti dan enjoying life
  2. Masa aktif ke masa pensiun
  3. Strategi pensiun
  4. Tips sukses pensiun
  5. Sukses sosial
  6. Sukses ekonomi
  7. Sukses kesehatan
  8. Sharing pengalaman dengan orang sukses pensiun
  9. Field trip ke small business
  10. Field Trip ke lokasi wisata

 

WHO SHOULD ATTEND THIS TRAINING?

  • Karyawan Yang Akan Memasuki MPP


TRAINING METHOD AND TOOLS
:

  • Experiential learning (cara belajar orang dewasa, pembelajaran yang berpusat pada peserta dengan permainan, diskusi kecil, simulasi dsb. Untuk beberapa ada yang bersifat penyuluhan, dan pemeriksaan kesehatan serta konsultasi.
  • Berbagi pengalaman dengan pelaku
  • Self analisis
  • Anjang sana ke objek-objek  yang potensial menjadi pilihan peserta, baik dalam berbagi pengalaman maupun peluang
  • Tindak lanjut pasca pelatihan



INSTRUCTOR :

  • Tim, yang terdiri dari: Praktisi Kesehatan, Praktisi Kejiwaan, Praktisi Bisnis Opportunity.
  • Selaku coordinator tim adalah Awan Kostrad Diharto,SE.M.Ag,(Cand.DR)

 

VENUE 

Yogyakarta (Ibis Styles Hotel/ Ibis Malioboro Hotel/ Jambuluwuk Hotel/ Cavinton Hotel/ Grand Zuri Hotel, dll)

 

TRAINING DURATION 

4days

 

JADWAL TRAINING 2019

  1. 07 Jan 2019-10 Jan 2019
  2. 11 Feb 2019-14 Feb 2019
  3. 04 Mar 2019-07 Mar 2019
  4. 22 Apr 2019-25 Apr 2019
  5. 20 Mei 2019-23 Mei 2019
  6. 17 Jun 2019-20 Jun 2019
  7. 01 Jul 2019-04 Jul 2019
  8. 05 Agust 2019-08 Agust 2019
  9. 02 Sep 2019-05 Sep 2019
  10. 30 Sep 2019-03 Okt 2019
  11. 04 Nop 2019-07 Nop 2019
  12. 16 Des 2019-19 Des 2019

 

INVESTMENT PRICE/PERSON 

  1. 8.500.000/person (full fare) or
  2. 7.750.000/person (early bird, payment 1 week before training) or
  3. 7.500.000/person (if there are 3 persons or more from the same company)


FACILITIES FOR PARTICIPANTS

  1. Training Module
  2. Flash Disk contains training material
  3. Certificate
  4. Stationeries: NoteBook and Ballpoint
  5. T-Shirt
  6. Backpack
  7. Training Photo
  8. Training room with Full AC facilities and multimedia
  9. Lunch and twice coffeebreak every day of training
  10. Qualified Instructor
  11. Transportation for participants from hotel of participants to/from hotel of training – VV (if minimal participants is 4 persons from the same company)
  12. Field visit/trip

Formulir Permintaaan Informasi Lanjutan / Pra-Pendaftaran Public Training
  1. INFORMATION OPTIONS
  2. (required)
  3. (required)
  4. PERSONAL DATA
  5. (required)
  6. (required)
  7. (required)
  8. (valid email required)
  9. (required)
  10. (required)
  11. PRE REGISTRATION DATA (Tidak Mengikat)
  12. (required)
  13. MESSAGE FOR TRAINING PROVIDER
  14. Captcha
 

cforms contact form by delicious:days